Kumpulan Puisi Zuwaily

Puisi-Ku

09 Februari 2015

Puisi - Terpisah (Jarak Satu-Satu)


Bismillahirrohmanirrohim...

Duh, tiba sudah menjelang gemericik air turun di setiap detak kamarku. Basah beruah di pelantara mimpi-mimpi, dan aku terjaga. Sudah dini hari sejak jam-jam itu berdetak, bergermerincing membunyikan sebuah tanda. Ah, aku tak mudah bercakap kepada handai taulan yang mengatakan, 'puisi-puisi terpisah'.

Aku rindu pada suaramu... aku rindu pada janjimu... aku rindu pada pelukmu... dan aku rindu pada tatapmu yang menyengajakan untuk mengatakan sebuah kata "cinta".

Membaca adalah tugasku di setiap waktu,
tanpa sebab dan musabab
Menulis adalah mimpiku di setiap gerak,
tanpa sebab dan muasal

Aku meringkuk dan terpengkur,
diam sejenak mencari sejarum dalam timbunan jerami kusut

Adalah hidup pada cemas dan rupa dusta

Aku membaca dan menulis dalam kisah
asmara, dikata sengsara
cinta, dikata merana

Adalah aku pada hidup serupa mimpi

Kini, aku bukan seperti aku yang dua puluh sembilan tahun merajarela mencari sebutir beras untuk ditanak menjadi nasi yang satu. Aku hanya sembilu dalam peluh perjalanan yang tak kunjung usai sebelum sampai di tanah.

Sebenarnya! Sesungguhnya aku malu untuk berkata lalu berkaca pada wajah di hadapan. Aku apakah aku? Atau aku adalah kau?

Kemudian... catatan kecil ini hanya menjadi sebuah kisah maupun cerita dalam paruh waktu yang masih sangat dini untuk mengubahnya menjadi tua dan pasi, apalagi pejantan.

Jakarta, 090215

Tidak ada komentar:

Posting Komentar