Kumpulan Puisi Zuwaily

Puisi-Ku

16 Juli 2018

Puisi - Temaram di Penghujung Malam


Bukan sekali ini aku merajuk meminta ampun. Bukan kali ini! Tapi apa daya, kakiku sudah lemah tak beralaskan apapun, tanganku pun sudah putus digerogoti ulat-ulat yang tiap malam selalu saja menghardik untuk membuatku diam.

Apalah aku? Seiyanya mengatakan kepadaku, tak mungkin aku harus selalu terjatuh. Pun merujuk meminta ampun meski sekedar mendengarkan keluh kesah. Ah... mungkin aku yang terlena atau alpa.

Itulah aku yang jatuh, bangun, jatuh, jatuh, dan terjungkal sakit. Sungguh pilu. Tiada cinta yang kudapat di deretan hari-hari maupun jam.

Segenap aku nelangsa dibuatnya. Pikirku hancur sudah semua benih yang sengaja kutanam. Tapi apa?

aku malu...
malu pada-Mu

aku takut...
takut pada-Mu

seandainya dulu kutitip rindu
mencintai-Mu
mungkin tak akan begini

aku lalai di waktu
terjerumus angka yang tak usai

aku malu meminta
aku malu mengadu
pada-Mu

ah...
seandainya waktu itu, emas tak perlu dibasahi keruh
tak akan begini (?)

tapi aku...
terlanjur jauh dan jatuh pada jalan itu

Jakarta, 16 Juli 2018

Seandainya dia tak acuh padaku atau menantangku untuk melakukan durjana sang iblis, tak perlulah aku mencari-cari sebongkah nasi di ujung laut.

Tapi nyatanya, aku sama saja dengan dia. Tak peduli dengan duri yang menusuk kaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar